"The danger today is in believing there are no sick people, there is only a sick society."
Fulton J. Sheen

Jumat, 14 Mei 2010

“Fungsionalisme Struktural” Talcott Parsons


Sebelum membahas teori fungsionalisme struktural Talcott Parsons, ada baiknya bila kita membahas dahulu tentang asumsi-asumsi dasar dari teori struktural fungsional yang menjadi dasar dari pemikiran Talcott Parsons tersebut. Teori struktural fungsional berasal dari pemikiran Emile Durkheim, dimana masyarakat dilihat sebagai suatu sistem yang didalamnya terdapat sub-sub sistem yang masing-masingnya mempunyai fungsi untuk mencapai keseimbangan dalam masyarakat. Teori ini berada pada level makro yang memusatkan perhatiannya pada “Struktur Sosial” dan “Institusi Sosial” berskala luas, antarhubungannya, dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Sumbangsih Durkheim bagi struktur teoritis Parsons adalah pada penyatuan sistem sosial, dimana masyarakat menjadi sebuah kesatuan yang suci melalui keseimbangan dari masing-masing bagiannya. Elemen-elemen dalam masyarakat menjadi saling tergantung dan bersifat mengatur, untuk kebutuhan sistem.

Selain dari Durkheim, Parsons juga menggunakan pemikiran Weber mengenai tindakan sosial untuk mengembangkan kerangka pemikirannya untuk menjelaskan tentang bagaimana aktor dapat menginterpretasikan situasi. Dan juga mengadaptasi pemikiran ekonom Alfred Marshall untuk mengembangkan model dari permintaan ekonomi dan perlunya ekuilibrium dari pasar bebas[1]

Sedangkan pada teori fungsionalisme strukturalis Talcott Parsons dimulai dengan empat fungsi dalam sistem “tindakan” yang dikenal dengan skema AGIL. Yang dimaksudkan dengan fungsi disini adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem[2]. Fungsi ini menurut Talcott Parsons dibutuhkan oleh semua sistem secara bersama-sama untuk dapat bertahan (survive), meskipun begitu keempat fungsi ini tidaklah nyata melainkan unit analisis yang dipakai Parsons. Adapun keempat fungsi tersebut adalah :

1. Adaptation : fungsi yang dimiliki oleh sebuah sistem untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dari sistem tersebut. Contoh konkritnya adalah pada saat revolusi industri terjadi perubahan dalam pembuatan barang yang sebelumnya menggunakan tenaga manusia diganti dengan penggunaan mesin uap, sehingga dapat lebih efektif dan efisien dalam produksi barang. Maka dari itu industri-industri yang ada juga harus mengadaptasikan dirinya dengan penggunaan mesin uap untuk dapat bertahan dalam persaingan atau tidak mereka akan ketinggalan dan tidak dapat bertahan menghadapi industri lain yang menggunakan mesin uap tersebut.

2. Goal Attainment : fungsi yang dimiliki sebuah sistem untuk dapat mendefinisikan dan mencapai tujuannya. Misalnya pada suatu kelompok penelitian yang dibentuk pada suatu mata kuliah. Bila dalam kelompok tersebut tidak dapat menentukan tujuannya maka kelompok tersebut tidak akan dapat menjalankan fungsinya.

3. Integration : fungsi yang dimiliki oleh sistem dalam rangka mengatur hubungan bagian-bagian dalam komponen sistem tersebut dan aktor-aktor didalamnya. Fungsi ini juga berperan dalam mengelola hubungan ketiga fungsi lainnya dalam skema AGIL. Misalnya saja pada partai politik PKB, karena partai ini tidak mempunyai integrasi yang cukup kuat maka terjadilah perpecahan yang membuat kompone-komponen dalam sistem partai tersebut terbagi menjadi dua kubu. Walaupun tetap dapat menjalankan sistemnya tetapi tidak dapat mencapai suatu keseimbangan, sebagai bukti terjadi pertentangan antara kedua kubu dalam memperebutkan kekuasaan yang sah terhadap partai PKB.

4. Latency : fungsi yang dimiliki suatu sistem untuk memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, pada tingkat individu maupun pola-pola kultural. Contohnya bila dalam suatu perusahaan tidak memiiki budaya organisasi untuk memelihara kinerja yang baik, bila tidak maka kinerja pada perusahaan tersebut akan tidak stabil dan akan menghasilkan pendapatan yang tidak stabil pula bagi perusahaan tersebut.

Sistem Kultural (Latency)

Sistem Sosial (Integration)

Organisme Perilaku (Adaptation)

Sistem Kepribadian (Goal Attainment)

Gambar 1.1 Struktur Sistem Tindakan Umum

Pada skema sistem tindakan tersebut, dapat dilihat bahwa Parson menekankan pada hierarki yang jelas. Pada tingkatan yang paling rendah yaitu pada lingkungan organis, sampai pada tingkatan yang paling tinggi, realitas terakhir. Dan pada tingkat integrasi menurut sistem Parsons terjadi atas 2 cara : pertama, masing-masing tingkat yanng lebih rendah menyediakan kondisi atau kekuatan yang diperlukan untuk tingkatan yang lebih tinggi. Kedua, tingkat yang lebih tinggi mengendalikan tingkat yang berada dibawahnya.[3]

Menurut Parsons juga, masalah mengenai fungsionalisme stuktural dijawab dengan asumsi sebagai berikut[4] :

1. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung.

2. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan-diri atau keseimbangan.

3. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.

4. Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagian-bagian lain.

5. Sistem memelihara batas-batas dalam lingkungannya.

6. Alokasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem.

7. Sistem cenderung menuju ke arah pemeliharaan keseimbangan-diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari dalam.

Pemikiran Parsons tentang masyarakat menekankan pada adanya keseimbangan dalam masyarakat, karena itulah ia kurang memperhatikan tentang perubahan sosial dan menjadikan teorinya ini bersifat statis. Namun akhirnya setelah banyak kritik yang diarahkan kepadanya, Parsons mulai memikirkan tentang evolusi masyarakat melalui karyanya The System of Modern Societies.

Pada karyanya ini, Parsons membahas tentang perubahan sistem yang terjadi pada masyarakat Barat. Awalnya ia meneliti tentang perkembangan Gereja Kristen di Eropa, terutama pada masyarakat Rome yang lebih berkembang pada sistem hukumnya. Disisni ia menemukan bahwa masyarakat pada abad pertengahan memberikan bibit bagi timbulnya feodalisme dan keruntuhan dari tribalisme, yang kemudian diikuti dengan masyarakat yang lebih terdiferensiasi dan lebih saling ketergantungan satu sama lainnya. Kemudian feodalisme akan digantikan dengan kapitalisme awal dengan sentralisasi dari kekuatan politik. Proses perkembangannya diikuti dengan kemunculan dari renaissance dan munculnya budaya sekuler dengan kerangka semangat tatanan religius.

Dari sinilah masa masyarakat pramodern yaitu masa reformasi muncul. Dimana dalam periode ini, kaum agama mulai kehilangan pengaruhnya di masyarakat, dan memberi sinyal pada munculnya individualisme. Era evolusi selanjutnya diawali dengan munculnya abad revolusi yang ditandai dengan munculnya revolusi industri, dimana pada revolusi ini terjadi ekspansi pada pasar bebas, dan revolusi demokratis melihat penyebaran diferensiasi peran oleh masyarakat diseluruh Eropa Barat.

Era evolusi terakhir bagi Parsons adalah kemunculannya apa yang dinamakannya the new lead society. Menurut Parsons, masyarakat semacam ini tidak dapat muncul di Eropa yang disebabkan kultur dari masyarakat Eropa yang aristokratik, terstratifikasi, dan dengan tradisinya yang bersifat kekerajaan. Masyarakat yang dimaksudkan oleh Parsons ini adalah masyarakat Amerika, karena tidak terpengaruh budaya seperti masyarakat di Eropa, dan masyarakat Amerika merupakan bentuk paling tinggi dari adaptasi, perwujudan dari prinsip-prinsip evolusioner yang dapat menggerakkan sistem dan teori sistemik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa benang merah yang dapat dilihat dalam konsep Parsons mengenai Fungsionalisme teori sistemnya ini terlihat pada mencari keseimbangan dalam masyarakat itu sendiri. Masyarakat meskipun berubah ataupun berkonflik tapi tetap menuju ke arah yang positif dan memiliki fungsi dalam setiap perubahan dan konfliknya itu. Inilah yang menyebabkan Parsons dianggap sebagai orang yang konservatif dan statis, karena dalam salah satu pemikiran terbesarnya mengenai masyarakat. Dan hubungan lainnya adalah pokok bahasannya yang mengkonsentrasikan pembahasan terhadap struktur dan institusi sosial menyebabkan ia menjadi seorang yang fungsionalis.

Kritik

Parsons menggunakan masyarakat Amerika sebagai bentuk masyarakat yang terstruktur dengan baik. Namun jika menggunakan konsep AGIL yang telah diungkapkan Parsons, ia telah gagal menganalisis masyarakat Inggris yang pada saat ini masih berbentuk kerajaan. Seperti yang diungkapkan Parsons sebelumnya bahwa era evolusi akhir tidak boleh terkontaminasi dengan budaya kerajaan. Tujuan utama Parsons sendiri adalah menginginkan adanya keseimbangan masyarakat melalui perubahan sosial, namun masyarakat Inggris sendiri tetap stabil meskipun tidak mencapai era The New Lead Society seperti yang dipaparkan oleh Parsons. Pada unit analisis AGILpun terdapat beberapa fakta yang dapat menyangkalnya, contohnya pada suku Badui dalam, masyarakat suku ini tidak beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, yang berarti menurut analisis AGIL, tidak memenuhi fungsi adaptation maka tidak akan dapat memenuhi kebuthan dari sistem masyarakat tersebut. Tetapi nyatanya masyarakat suku Badui dalam tetap dapat eksis tanpa fungsi adaptation tersebut.

Adapun kritik lainnya terhadap Talcott Parsons adalah pemikirannya tentang masyarakat yang terlalu menekankan pada keseimbangan dalam masyarakat, sehingga ia kurang memperhatikan tentang perubahan dan mobilisasi sosial. Ini berarti dia melepaskan postivisme Comte dari fungsionalisme. Parsons juga gagal membuktikan keempirisan dari teorinya sehingga tidak dapat dibuktikan kebenarannya, walaupun menurut dasar logikanya, ia menggunakan logika deduksi.



[1] William D. Purdue. Sociological Theory (1986). Hlm. 114.

[2] George Ritzer dan Douglas J.Goodman. Teori Sosiologi Modern (2007). Hlm. 121.

[3] George Ritzer dan Douglas J.Goodman. Teori Sosiologi Modern (2007). Hlm. 123.

[4] Ibid.

3 komentar:

  1. apakah smp skg suku badui dalam masih tidak menjalankan fungsi Adaptasi dari Parsons ini kak mike?

    BalasHapus
  2. bukan gitu angga, justru pemikiran gw kalo sekalian liat temuan lapangannya dio di Bali, justru dengan fungsi adaptability yang rendah, maka struktur dan kultur asli akan lebih mudah untuk dijaga, sedangkan kalo fungsi adaptability tinggi, maka akan cenderung banyak negosiasi-negosiasi kultural dan semacamnya, contohnya coba baca tulisan gw yang tentang permainan tradisional, coba liat deh..jadi sebenernya ga semua yang dibilang parsons itu bener..terutama syarat2 supaya sistem itu buat survive..hahadan ini jadi kritik sendiri buat pemikiran dia..

    BalasHapus
  3. Parsons kurang bisa menjelaskan bagaimana sebuah struktur itu bertahan, tapi kalo mau dilihat polanya, sengan keteraturan dan dengan dilakukan terus-menerus maka suatu sistem di dalam struktur masyarakat akan memilki kekuatan tersendiri dalam mempertahankan nilai-nilainya. kalo mau dilihat dari pengaruh eksternal, ternyata adaptability yang terjadi di dalam masyarakat terkadang ga harus merubah pola yang udah ada untuk dapat beradaptasi, melainkan memilih cara-cara tersendiri (means) untuk bisa menjadi jalan tengah di dalam perubahan akibat gempuran eksternal. Coba dilihat skema voluntaristic teorinya Parsons deh...hehehehe... (iseng bos ga ada ide nulis skripsi...)

    BalasHapus