"The danger today is in believing there are no sick people, there is only a sick society."
Fulton J. Sheen

Kamis, 27 Mei 2010

Review Buku Weapons of the weak : Everyday Forms of Peasant Resistence


Buku senjatanya orang-orang yang kalah (Weapons of the weak : Everyday Forms of Peasant Resistence), yang ditulis oleh James C. Scott menceritakan tentang bentuk perlawanan sehari-hari petani di kampung Sedaka, yang memliki bentuk pertarungan kelas ala Brecht dan Schewik ini. Beberapa aspek dalam perlawanan tersebut adalah : tidak membutuhkan koordinasi atau perencanaan, menggunakan pemahaman implisit serta jaringan informal, sering mengambil bentuk mengurus diri sendiri, dan mereka secara khas menghindari konfrontasi simbolis yang langsung dengan kekuasaan.

Dari beberapa aspek tersebut maka dapat dilihat bahwa perlawanan di kampung Sedaka memiliki bentuk sebgai berikut : tidak mau menerima permintaan, memperlambat kesepakatan pekerjaan, dan penipuan, membuka tanah sekedarnya untuk menghindari invasi tanah, memilih untuk melarikan diri daripada harus berkonfrontasi langsung dalam pemberontakan terbuka, lebih memilih untuk melakukan pencurian sedikit-sedikit daripada melakukan penjarahan terhadap lumbung padi milik pemerintah maupun swasta. Walaupun begitu perlawanan yang mereka lakukan lebih bersifat individu daripada kolektif dan diperkuat budaya perlawanan rakyat yang terhormat.

Teknik-teknik yang low profile tersebut, menurut penulis paling cocok bagi pergerakan petani di Asia Tenggara. Lebih dari itu perlawanan yang terjadi di kampung Sedaka bukanlah sekedar pertarungan mengenai pekerjaan, hak milik, padi, dan uang. Petani disana juga mempertentangkan masalah pemaknaan simbol-simbol tentang bagaimana masa lampau dan masa sekarang dipahami dan diberi nama. Pertentangan dalam simbol ini dijelaskan baik oleh James C. Scott dengan menjabarkan makna dari ‘Haji’ yang diselewengkan oleh sebagian dari kelas dominan, dan menyebabkan gelar haji itu memiliki status yang sangat mendua. Di satu sisi, terdapat satu hormat yang tulus terhadap tindakan naik haji itu. Tetapi di sisi lain, tidak sedikit dari haji ini telah mengumpulkan uang cukup banyak untuk melakukan ibadah haji itu justru setelah berpuluh-puluh tahun melakukan praktek-praktek yang tidak terpuji (meminjamkan uang, menerima gadaian tanah jual janji, menyewakan sawah dengan sewa setinggi mungkin, kikir terhadap keluarga sendiri apalagi terhadap tetangga, mengurangi kewajiban kenduri). Meskipun para petani disana tidak berani untuk berkonfrontasi langsung dengan para haji yang juga merupakan tuan tanah, tetapi dibelakangnya, para haji yang melakukan praktek tersebut tidak lolos dari hukuman simbolis dalam bentuk gosip, fitnah, hujatan dan perusakan nama baik.

Beberapa konsep yang ada pada buku ini dikhususkan untuk menganalisis kelas sosial, konflik antar kelas, dll. Karena itulah James C.Scott banyak memakai konsep-konsep dari para pemikir teori Marxis dan teori konflik. Konsep utama yang dipakai disini adalah hegemoni yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci dalam karyanya Prison Notebooks. Hegemoni dalam pengertian praktikal mempunyai arti aliansi kelas antara proletariat yang memipin dan petani[1], untuk kemudian menjalankan strategi untuk merebut dominasi ideologis dari kelas dominan. Dengan begitu dapat mengepung kelas dominan secara organisasi dan ideologis. Namun dalam pengertian hegemoni yang dipakai pada buku ini merupakan proses dominasi ideologi yang memiliki gagasan sentral pernyataan bahwa kelas yang berkuasa mendominasi tidak hanya alat-alat produksi fisik, tetapi juga alat-alat produksi simbolis. Ini membuktikan bahwa hegemoni juga mempunyai kendali pada sektor ideologi masyarakat melalui institusi pendidikan, kebudayaan, media, dan agama. Hegemoni yang berhasil akan mendukung penyatuan dialektis antara semua dimensi kehidupan kelas-kelas sosial sebuah masyarakat dengan sedemikian rupa dan membentuk blok historis[2]. Dalam pengertian hegemoni ini, dominasi terhadap kelas tidak selalui ditandai melalui kekerasan (koersif), tetapi juga melalui persetujuan dan penyesuaian diri kelas-kelas yang dikuasai sehingga membentuk suatu kesadaran. Karena itulah menurut gramsci, kesadaran yang ada pada saat ini merupakan kesadaran palsu yang merupakan bentukan kelas borjuis. Sedangkan pada awalnya, James C.Scott sendiri berasumsi tentang hegemoni, bahwa sejauh kelas yang berkuasa dapat membujuk kelas yang dikuasai untuk menerima pandangan yang baik untuk diri mereka tentang hubungan sosial yang berlaku. Hasilnya akan berupa konsensus ideologi dan harmoni, yang pada gilirannya akan meredam persepsi tentang kepentingan yang saling tabrakan, apalagi konflik antar kelas. Dengan begitu hegemoni secara fundamental adalah berkenaan dengan penyajian secara keliru apa itu kepentingan-kepentingan ‘objektif’.

Namun dalam konteks masyarakat desa Sedaka, menurut penelitian James C.Scott sendiri, disana terdapat kemerosotan ideologi dominan,tardisi yang mulai menghilang dan mulai merosot, dan sekarang tidak lagi berguna bagi kepentingan petani-petani besar. Hal ini digunakan menjadi senjata ideologi untuk menghilangkan legitimasi kelas dominan. Ideologi yang digunakan oleh kelas miskin sebagai senjata tersebut, ironinya dulu merupakan ideologi yang diberikan oleh kelas dominan yang itu-itu juga. Dan akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa ‘ideologi bersama’ sama sekali tidak merupakan jaminan persetujuan ataupun harmoni, sperti yang telah dijelaskan diatas, yaitu dengan adanya bentuk perlawanan sehari-hari. Perlawanan yang bukan berdasarkan kesadaran kolektif, melaninkan lebih bersifat individual. Tidak melalui konfrontasi secara langsung melainkan melalui perlawanan terhadap makna-makna simbolis sehari-hari.



[1] William Perdue ‘Sociological Theory’ hlm 396

[2] Franz-Magins Suseno ‘Dalam Bayang-Bayang Lenin’ hlm 185

Tidak ada komentar:

Posting Komentar