"The danger today is in believing there are no sick people, there is only a sick society."
Fulton J. Sheen

Jumat, 14 Mei 2010

Ethnic and Social Nationalism

Ide dari Nasionalisme dan bentuk ideal dari nation-state tidak selalu berbasiskan pada etnisitas, lebih lagi nasionalisme dari sebuah negara berarti masayrakat yang berbagi didalam suatu kultur.Etnik, menurut Gelner, merupakan bukanlah sesuatu yang diberikan, melainkan dikontruksikan oleh negara. Dalam sebuah nation-state pada era moder ini terdapat tiga macam nationalism, yaitu :

- Ethnonationalism

Pada abad ke-20, etnisitas memberikan status yang lebih tinggi di dalam masyarakat, dan membentuk apa yang dinamakan etnonationalism. Nasionalisme ini bersifat eksklusif, yang artinya tidak memungkinkan bagi individu yang tidak berasal dari etnis didalamnya untuk masuk kedalam nasionalisme ini. Karena itulah Nasionalisme jenis ini memberikan martabat yang tinggi daripada nasionalsime jenis lainnya.

- Social nationalism (Civic nationalism)

Nasionalisme jenis ini berpusat kepada adanya kultur nasional yang dianut masyarakat didalamnya dan bersatu dalam ikatan sosial. Sifat dari nasionalisme ini adalah inklusif, sehingga memungkinkan bagi individu lain untuk masuk kedalam nasionalisme ini asalkan mau untuk berbagi didalam kultur nasional tersebut. Contoh dari nasionalisme jenis ini adalah Prancis. Di negara tersebut ada sebuah kultur dominan yang menandalan bahwa seperi itulah masyarakat Prancis. Jadi dengan mengadopsi kultur tersebut, dengan pengadopsian terhadap kultur tersebut, memungkinkan bagi orang lain yang tidak berasal dari Prancis untuk masuk kedalam nasionalisme Prancis.

- Official nationalism

Nasionalisme dari negara. Dimana dalam nasionalisme ini, negara melalui aparat kenegaraan mengarahkan penduduknya untuk tidak lagi melihat adanya etnisitas dan bergabung kedalam suatu kebangsaan. Nasionalisme jenis ini merupakan gabungan dari social dan ethnonationalism, dan memiliki sifat inklusif. Contoh dari nasionalisme jenis ini adalah United Kingdom dan United States. United Kingdom merupakan gabungan dari 4 bangsa yaitu : Inggris (English), Skotlandia (Scots), Wales (Welsh), dan Irlandia Utara (Irish), keempat bangsa ini bersatu dalam United Kingdom yang berbasiskan kewarganegaraan British, patriotisme, dan berbagi dalam British Culture. Sedangkan pada United States of America (USA) merupakan multietnis dengan satu kebangsaan. Nasionalisme USA berbasiskan kepada kesetiaan terhadap negara dan patriotisme. USA juga menganut adanya kultur yang dominan yang ada pada bahasa, pendidikan, media, dan perilaku sosial.

Ethnonationalism dan socialnationalism mengajukan ancaman bagi negara manapun yang tidak mempunyai kultur dominan, atau tidak berbagi dalam suatu identitas, Jadi bagi negara yang menganut kedua jenis nasionalisme tersebut harus memilih menjadikan negaranya sebuah ethnic nation-state ataupun social nation-state. Atau negara tersebut bisa juga menerapkan multinational state, dimana negara menjamin etnik dan sosial mendapatkan hak didalam negara tersebut. Tipe terakhir dari negara adalah dengan adanya cultural pluralism. Dengan bentuk konstitusi idealnya yang consociational demoracy yang berbasiskan pada pembagian kekuasaan antara kelompok kultural dalam sebuah negara.

Nasionalisme yang berbeda akan berdampak terhadap perbedaan ddalam ranah politik, ekonomi dan kultur.

Politik

Di ranah politik, yang berfokus pada kekuasaan, terdapat kompetisi dalam mendapatkan otoritas. Pada multinational state/empire. Berbagai bangsa mungkin saja berkompetisi satu sama lain dalam hirarki dominasi, diskriminasi, dan eksklusi. Pada politik nasionalisme, partai nasional yang berkuasa juga akan berkompetisi dengan partai oposisi, pergerakan nasionalis, tentara nasional liberal, dll. Beberapa nasionalis akan mencoba untuk mempertahankan negara, dan yang lain akan menghancurkannya. Jika ada salah satu kelompok etnis yang mengkontrol negara, maka nasionalisme ditunjukkan sebagai official nationalism atau patriotisme. Pada negara yang terorganisir melalui consociational, situasinya berlawanan. Partai nasionalis etnis, dan seksi etnis dari state-wide parties, tidak anti negara, tetapi mencari kekuatan maksimal dari negara.

Nasionalisme etnis selalu menjadi rival dari nasionalisme offisial ataupun patriotisme di dalam politik. Hal ini dikarenakan perubahan pada keinginan masyarakat, juga pada kapabilitasnya. Yang diinginkan masyarakat saat ini pada politik yaitu bentuk demokratis dari pemerintahan, atau biasa disebut pemerintahan oleh rakyat. Tetapi, nyatanya masyarakat bukan hanya kombinasi dari individu.Masing-masing masyarakat mempunyai identitas yang berbasiskan pada sesuatu y6ang khusus. Semakin khusus etnis maka akan semakin eksklusiflah keanggotaannya. Jika digabungkan dengan meningkatnya ekspektasi pada demokrasi maka akan menyebabkan adanya kolonialisasi internal karena adanya dominasi, diskriminasi, dan eksklusi dari etnik tertentu yang menyebabkan pergerakan dari kaum nasionalis. Seperti yang terjadi di United Kingdom, dimana kaum nasionalis Skotlandia dan Wales mencoba untuk memperjuangkan bangsanya bergabung kedalam Europan Union (EU) sebagai anggota yang bebas dari United Kingdom, tetapi tidak memungkinkan karena rendahnya perlindungan dar negara.Pada ranah politik, konsumerisme (yang timbul seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap demokrasi) mencari kesempatan untuk mendapatkan demokrasi lokal, ataupun hak otonomi untuk medapatkan pendapatan material sebanyak-banyaknya. Permintaan terhadap desentralisasi dari kelompok etnis dansocial nation dapat dilihat5 sebagai reaksi konsumen terhadap sentarlisasi negara modern. Secara paradoks, negara mencoba untuk menjawab permintaan terhadap kelompok etnis yang tidak puas sebagai rencana ekonomi regional.

Pada bentuk negara yang demokratis maupun yang tidak demokratis pasti berbasis padakekuasaan mayoritas yang menekan minoritas, yang kemudian akan membawa kelompok nasionalis untuk melakukan pergerakan. Negara bukanlah kesatuan yang molitik, tetapi terbagi dalam fraksi-fraksi dari yang ekstrimis sampai yang mendukung persatuan. Sehingga jarang sekali ada nasionalis yang mendapatkan dukungan dari mayoritas dinegaranya sendiri, dan negara dapat memanipulasinya kedalam ethnic nation pada akhirnya. Negara maupun kerajaan multinasional menolak adanya nasionalis.

Ekonomi

Dalam ranah ekonomi selalu berhubungan dengan adanya kepentingan material dari individu, kongsi dagang, kelas tertentu, dll. Adanya hubungan antara lahirnya nasionalisme dalam sejarah kepada tahapan perkembangan ekonomi, menjadikan munculnya negara industri modern atau biasa dinamakan negara kkapitalis.Nasionalisme ada ketika pembentukan dari nation-state terhalang, dan mereka dikatakan sebagai reduksionis ketika mereduksi nasionalisme kedalam ekonomi. Bagi mereka selalu ada penjelasan ekonomi untuk nasionalisme, seperti pada ranah politik dan kultur secara umum. Negara mungkin saja memiliki banyak cara untuk memberikan kekuasaan kepada kelompok etnis ataupun kelompok bangsa tertentu. Ini juga termasuk kekuasaan dalam bidang ekonomi jika melihatnya dalam rangka negara berbasiskan kolonialisme internal, dan dengan kultur sistem pembagian kerja. Sehingga negara seperti ini memiliki bentuk ras dominan, nasionalisme yang melayani kepentingan kelas.

Jika dilihat melalui kolonialisme secara umum, maka akan mempunyai efek yang sama saja, dimana kelompok yang tertindas akan mencari pembebasan dari imperialisme. Karena itu hal ini akan menyebabkan yang kaya akan semakin kaya, dansebaliknya. Masyarakat yang kaya dan berstatus tinggi secara umum akan berada pada daerah elit, dan masyarakat yang miskin akan berada pada daerah miskin, sehinggan dapa dilihatn adanya garis kultural dan garis kekayaan. Tetapi nasionalisme tidak selalu tumbuh dari daerah miskin, bagaimanapun juga bisa saja terjadi kaum nasionalis tersebut timbul dari daerah kaya. Cara lain untuk melihat perbedaan distribusi teritorial dan sumber ekonomidalam sebuah negara dan hubungannya dengan nasionalisme adalah dengan mempelajari teori dari Anthony Mughan, dimana ia membedakan sumber kekuasaan kedalam 2 kategori: de facto,dan dejure. Jika dalam kedua tipe tersebut tidak mempunyai hubungan dengan kelompok etnik tertentu maka akan timbul konflik. Kelompok etnis yang kaya tetapi tidak memiliki posisi dalam politik akan memberontak. Jika sebaliknya, ketika kelompok yang kaya memiliki posisi dalam politik maka akan menekan terjadinya konflik. Namun, ketika kelompok etnis mendapatkan atau kehilangan kekuatan ekonomi sementara kekuatan politik konstan pada arah yang berlawanan, maka nasionalisme akan muncul. Hubungan lainnya adalah ketika kelompok etnis yang miskin tetap pada posisi sedangkan ekonomi berkembang, nasionalisme tidak akan muncul jika posisi de jure dari kelompok tersebut dalam negara berhubungan relatif dengan kelompok.Kesemuanya ini menunjukkan bahwa ekonomi, dan materi menjadi kepentingan utama dalam politik etnik, dengan kelompok dan individu yang mencari keuntungan, biasanya dengan nermain dengan menggunakan etnisitasnya untuk mengamankan sumberdaya yang terbatas.

Kultur

Kultur muncul dari ekonomi sebagai pemasukan fisik yang berbeda dengan pemasukan finansial atau kepentingan material. Pemasukan fisik meujuk kepada segala sesuatu yang meuaskan kebutuhan mental dan spiritual dari kehidupan manusia. Kultur lebih berhubungan dengan status, sementara kepentingan material berbasiskan kelas. Pada intinya, kelas merujuk pada situasi ekonomi, sementara status melibatkan identitas, prestis dan kepuasan diri, dll. Nasionaitas dan kultur hampir berupa sinonim, karena keduanya mempunyai identitas, bahasa, pendidikan, sistem religi, seni, ilmu pengetahuan, dll. Sebuah kultur bisa saja berupa kosmopolitan, tetapi banyak atributnya adalah nasional. Dan untuk nasionalisme, ruang untuk kultur sangat vital. Tanpa adanya kultur nasional maka tidak akan ada nasionalisme, maka jika diformulakan ‘politik + ekonomi + kultur = nasionalisme’, maka kultur mempunyai takaran khusus. Dalam era modern ini pencarian terhadap identitas menyebabkan meningkatnya nasionalisme etnis dan sosial, kemudian juga terjadi ambiuitas, karena seiring itu juga terjadi peningkatan terhadap nasionalisme offisial dan kosmopolitanisme. Hal ini dijelaskan Gellner sebagai pengaruh dari negara industri dalam kelahiran nasionalisme. Negara mendominasi ekonomi lokal dan regional, uga identitas dari negara, kultur dari negara dan nasionalisme offisial akan mendominasi identitas etnis dan sosial, budaya, dan nasionalismenya. Kemudian nasionalisme etnis dan sosial muncul sebagai oposisi terhadap nasionalisme negara ataupun kosmopolitanisme dan mengembangkan organisasi kultural yang melindungi bahasa, seni, studi historis, dll, sebagai kultur dari etnis tertentu ataupun social nation.

Kebanyakan bangsa minoritas merasa kulturnya diserang oleh negara, yang biasanya identik dengan bangsa mayoritas. Hal ini mengarah pada deprivasi perasaan terhadap kultur diantara banyak bangsa minorotas. Hal ini sering kali terjadi, tentu saja saat dimana terjadi kontak langsung diantara mereka. Setiap bangsa yang mempunyai identitas berbasiskan bahasa, sistem religi, pendidikan dan seni, yang dihadapkan pada permasalahan ini maka akan memberikan reaksi dengan nasionalisme. Pencarian identitas dan pemasukan fisik yang berasal dari deprivasi perasaan terhadap kultur ini merupakan ciri-ciri dari masyarakat post-materialis (post-materialist society). Masalah kultural lebih sebagai penolakan masalah kelas dan materialis secara signifikan sebagai fokus dari konflik politik. Nasionalisme memotong kelas dan kepentingan seksional, dan hal ini hanya dapat sukses ketika kelas dan seksi tertentu kehilangan kemampuannya untuk memerintah panglima tertingginya. Dalam nasionalisme kultural, masyarakat bersatu untuk mengejar sesuatu yang berbeda dari personal, seksional dan kepentingan kelas, tetapi statusnya sebagai anggota dari bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar