"The danger today is in believing there are no sick people, there is only a sick society."
Fulton J. Sheen

Jumat, 14 Mei 2010

sosiologi substantif Max Weber

Sosiologi menurut Weber merupakan ilmu yang mempelajari pemahaman interpretasi dari tindakan sosial serta penjelasan eksplanatif dari praktek dan konsekuensinya[1]. Dengan penjelasan seperti ini Weber ingin mencapai dua buah tujuan, pertama ia ingin agar ilmu sosial dapat memahami keunikan dari karakter masyarakat barat yang modern. Kedua, Weber ingin mengkonstruksi konsep abstrak yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan, memberikan pengertian terhadap masyarakat modern. Weber berargumentasi bahwa sosiologi haruslah bebas nilai, karena tidak ada cara lain untuk memproduksi pemahaman ilmiah dari suatu proses sosial. Keadaan bebas nilai hanya dapat dicapai saat seorang sosiolog menggunakan metode rasional dalam proses penelitian yang sistematis. Dalam pandangan Weber, sosiologi bukanlah ilmu moral, karena itu tidak dapat mengidentifikasi secara ilmiah norma yang tepat, nilai, dan tindakan. Sosiologi juga berperan dalam meningkatkan perkembangan kehidupan sosial dari manusia melalui proses rasionalisasi, dimana sosiologi yang bebas nilai berkontribusi terhadap penjelasan terhadap proses historis dan kejadian dimana keajaiban dan kepercayaan irasional lainnya digunakan untuk menjelaskan suatu peristiwa menjadi tidak diterima oleh masyarakat. Karena itu sosiologi juga berperan dalam menyediakan informasi kepada setiap orang dalam mengambil keputusan. Weber juga berargumentasi bahwa ilmu sosial berbeda dengan ilmu alam karena aspek esensialnya adalah “penjelasan kausal dari suatu konsekuen.”

Melalui suatu metode yang ia sebut dengan verstehen, dalam bahasa inggris berarti ‘understanding’. Tindakan sosial hanya dapat eksis apabila sejauh mana seorang individu dapat memberikan makna subjektif kepada perilakunya. Karena itu menurut Weber, dalam suatu masyarakat yang eksis adalah individunya, dan memulai analisisnya dari level tindakan sosial yang menjadi suatu penghubung dari tema –tema sosiologi Weber. Maka konseptualisasi dari tindakan sosial tersebut menolak analisis fungsional yang memulai analisisnya pada level makro yaitu pada fakta sosial dalam masyarakat yang menyebabkan individu dapat eksis.Weber juga berpendapat bahwa dengan metode verstehen pemahaman eksplanasi, yang mana, pemahaman rasional dari motivasi, dimana termasuk penempatan tindakan kedalam konteks inklusif dari pemaknaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Weber, dia juga menemukan cara baru yaitu dengan menentukan tipe ideal.

Secara eksplisit , Weber menyatakan dia tidak memaksudkan konsep ideal secara normatif. Weber menggunakan tipe ideal dengan cara yang berbeda., dan sayangnya, dia tidak dapat menjelaskan secara eksplisit, dan juga tidak dapat menjelaskan secara konsisten tentang cara dia menggunakan alat konseptual. Tapi disamping ketidakkonsistensinya, kita dapat menangkap dua jenis yaitu, tipe ideal historis, tipe ideal klasifikasi. Yang dimaksud dengan tipe ideal historis adalah rekonstruksi dari kejadian lampau atau ide lampau, dimana dalam beberapa aspek teraksentuasi secara rasional terintegrasi dan lengkap, dengan mengkonseptualkan kejadian historis maka akan mungkin untuk membandingkan dengan tipe ideal dan mengobservasi deviasi dari model rasional dan tiba di hukum kausal.

Sedangkan tipe ideal klasifikasi dapat dimaksudkan pengelompokkan/ klasifikasi dari tindakan sosial yang dilakukan hampir setiap individu. Yang pertama adalah tindakan rasional instrumental, dimana seseorang biasanya secara sistematis menggunakan pengetahuannya sebagai suatu ‘means’ untuk mendapatkan hasil yang sudah dikalkulasikan dari aktor tersebut, contohnya : dalam suatu organisasi setiap indivdu yang menempati satu bagian pada kepengurusan, maka individu tersebut akan berperan sesuai fungsinya tersebut. Tipe kedua adalah tindakan rasional nilai, tindakan berdasarkan orientasi nilai tidak mementingkan pada kemungkinan sukses, tindakan ini didalamnya berlaku perintah dan permintaan, contohya : seseorang yang rajin pergi ke Gereja untuk mengikuti misa agar mendapatkan ketenangan batin. Tipe tindakan yang ketiga adalah tindakan tradisional, dimana tindakan ini dalam konteks sosial, kepercayaan dan nilai yang sudah mapan dalam suatu masyarakat, maka individu didalamnya tidak mempunyai banyak pilihan untuk bertindak dan menjadi makhluk dari struktur normatif yang terikat kepada kestabilan dan kekohesivan kelompok, contohnya : seseorang yang bersuku bangsa Jawa dan tinggal di Jawa sejak kecil, maka bagi dia etika Jawa sudah menjadi kebiasaan,ketika ia pergi ketempat lain yang tidak menganut kebudayaan Jawa, tapi individu tersebut tetap menerapkan kebudayaan Jawa sebagai suatu kebiasaan . Tipe yang terakhir adalah afeksi, dimana perilaku dideterminasi oleh emosi individu kepada situasi yang diberikan, misalnya : seorang ibu yang menyelamatkan anaknya ketika ia mengetahui anaknya terjebak dalam kebakaran tanpa memperhatikan keselamatan diri sendiri.

Dalam tatanan masyarakat, Weber berargumen bahwa seorang inidvidu pasti termasuk dalam suatu sistem stratifikasi. Pada beberapa hal, Weber setuju dengan pendapat Marx tentang adanya stratifikasi, tapi Weber menolak anggapan Marx tentang pembagian masyarakat berdasarkan ekonomi deterministik, ia berpendapat bahwa setidaknya individu dalam masyarakat dapat dikelompokkan melalui setidaknya 3 kriteria : power, privilese, prestise.Weber berpendapat setiap kelompok dapat dimasukkan kedalam stratifikasi tersebut. Pada stratifikasi ini, memang terkadang tidak jelas kriteria mana yang berperan lebih pada suatu peristiwa. Dan juga stratifikasi ini menuai kritik karena kurang melihat adanya mobilitas sosial.

Pada ‘The Theory of Social and Economic Organization’ Weber berpendapat bahwa dengan mengembangkan beberapa tipologi dari konsep legitimasi pada tatanan sosial menggarisbawahi analisis Weber tentang ekonomi, politik, institusi agama dan analisisnya tentang perubahan sosial. Weber mengidentifikasi 3 basisb dari legitimasi dalam relasi otoritas, otoritas tradisional merupakan relasi dimana terjadi hubungan pada figur yang mempunyai otoritas dengan subordinatnya, dimana kekuasaan didapatkan melalui turun temurun biasanya terdapat pada masyarakat tradisional, otoritas yang kedua adalah otoritas karismatik , otoritas yang didapatkan karena karisma yang dimiliki seseorang, biasanya didapatkan pada pemimpin agama. Otoritas ketiga adalah otoritas legal-rasional, dimana adanya komitmen seseorang secara formal dan terjaga oleh sebuah peraturan yang merujuk pada otoritas legal rasional. Tipe ini merupakan tipe yang paling dekat dengan tindakan rasional instrumental[2].

Substansi lainnya dari sosiologi Weber yang terformalkan dari otoritas rasional legal adalah birokrasi, dimana menurut dia, birokrasi merupakan wujud dari rasionalisasi manusia untuk mempermudah hidupnya karena menurut dia birokrasi yang ada pada saat itu tidak efisien, dan menghabiskan waktu. Birokrasi menurut Weber itu sendiri mempunyai beberapa karakteristik dan tipe ideal – pembagian kerja, spesialisai, hirarki otoritas, peraturan formal, impersonal, dan juga objektif -.Kebutuhan akan perangkat yang mempermudah kehidupan manusia ini juga merupakan hasil dari proses rasionalitas, yang mana intinya adalah efisiensi dan efektifitas, dan dimaksudkan dengan adanya organisasi birokrasi yang ideal dapat mempermudah manusia dalam kehidupan sehari-hari. Administrasi birokrasi secara esensial termasuk naplikasi rutin dari peraturan umum ke kasus spesifik yang dilaksanakan anggotanya melalui tindakan dan kapasitas dengan menggunakan otoritas dan sumber lainnya yang secara spesifik dialokasikan untuk suatu tujuan[3]. Contoh dari kegunaan birokrasi yang ideal : birokrasi yang tidak bertele-tele akan memudahkan seseorang untuk membuat SIM.

Dalam masalah agama, Weber amat bertentangan dengan Marx, dimana menurut Marx perjuangan kelas sebagai kunci untuk memahami perubahan historis dan transisi dari satu tipe struktur sosial ke tipe lainnya, dimana dibutuhkan kondisi kesadaran kelas yang tiggi, tapi pada saat kesadaran kelas tersebut berada pada level rendah, menurut Marx ini disebabkan agama yang menjadi candu bagi masyarakat. Karena itu perubahan yang revolusioner memerlukan penghancuran dari ilusi agama, pada pandangan Marx[4]. Sangat berbeda dengan pandangan Weber yang melihat peran krusial dari agama sebagai penjaga moral dalam masyarakat, dia percaya bahwa pemikiran Marx tentang agama hanya bersifat satu sisi saja. Weber juga melihat bahwa manusia mempunyai tipe ideal seperti kepentingan material, dimana kepentingan tersebut dapat meningkatkan motivasi, bahkan suatu saat dapat melawan kepentingan ideal tersebut. Karya Weber yang paling termasyur pun menggabungkan analisisnya tentang perkembangan kapitalisme yang berjalan searah dengan meningkatnya etika protestan pada masyarakat Barat tanpa adanya suatu hubungan yang bersifat kausalitas. Pada analisisnya ini, Weber menjelaskan konsepnya tentang hubungan afinitas antara semangat kapitalisme dan etika protestan membantu menstimulus tipe perilaku yang mendukung kapitalisme borjuasi modern. Protestan yang muncul akibat protesnya terhadap gereja Katholik mengatakan tentang adanya doktrin pre-destinasi, dimana doktrin tersebut mengajarkan bahwa kita hidup sudah mempunyai takdir yang menunggu, menjadi yang terselamatkan dan yang terbuang[5], maka akan menjadi aman bagi kita untuk menjaga takdir yang kita dapatkan dengan berbuat baik, tidak konsumtif sesuai dengan etika protestan. Karena itulah Weber berpendapat bahwa agama Kristen Protestan adalah agama yang paling rasional karena dapat memberikan sistem nilai terhadap kaum birokratik dan teknokratik agar tidak bersikap konsumtif dan tetap bekerja keras.

Dari keseluruhan substansi teori Max Weber ini, penulis menganalisis bahwa yang menjadi tema besar adalah rasionalitas, dan proses rasionalisasi, dimana kita dapat melihat adanya rasionalitas dalam birokrasi untuk mempermudah kehidupan manusia, terdapat juga dalam tindakan sosial yang dapat diidentifikasi secara rasional dan tipe-tipe dari otoritas yang juga menggunakan konsep rasionalitas. Pada metode verstehen juga dapat ditemukan tema rasionalitas yang diterpakan pada tipe ideal / ideal type, yang digunakan sebagai acuan dari penelitian, dan juga pemahaman terhadap makna subjektif. Dan terakhir pada konsepnya tentang Protestan sebagai agama yang paling rasional, yang dapat membuat kapitalisme menjadi semakin efektif dalam masyarakat (terutama pada masyarakat Barat) melalui pembentukan moral yang berjalan secara afinitas. Pada intinya, terdapat pesan secara implisit dari Weber yang seakan ingin mengatakan tentang pentingnya rasionalitas (logis) dalam setiap substantifnya dan menjadi dasar dalamt pemaknaan individu menghadapi realita sosial.



[1] Max Weber, “Sociological Writings,” edited by Wolf Heydebrand (Continuum : 1994)

[2] Doyle Paul Johnson, “Sociological Theory” hlm 229

[3] Ibid hlm 226

[4] Ibid hlm230

[5] Turner and Beeghley, “The Emergence of Sociological Theory” hlm 226

Tidak ada komentar:

Posting Komentar