"The danger today is in believing there are no sick people, there is only a sick society."
Fulton J. Sheen

Jumat, 14 Mei 2010

analisis-analisis ekonomi dan non-economic societal phenomenon dari Myrdal

Pendekatan dari Gunnar Myrdal mengkombinasikan analisa ekonomi dan non ekonomi. Pada analisa sektor ekonomi, ia menekankan mengenai pentingnya perencanaan ekonomi dalam pembangunan yang dibagi menjadi tiga, aggregate growth model, sectoral growth kmodel, dan input-output model.

Model yang pertama menekankan pada pentingnya modal dalam pembangunan, dan model yang kedua menekankan pada melihat ekonomi dalam dua sektor dimana kuntungan-biaya dapat dilihat dari perbandingan pembangunan dengan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan model yang ketiga, lebih menekankan kepada modal dan investasi uintuk pembanngunan (modal, tanah, buruh).

Pada analisa fenomena sosial non-ekonomi, Myrdal mengkategorikannya kedalam tiga aspek: sikap terhadap hidup dan bekerja (attitude to life and work), institusi, dan kebijakan. Pada aspek yang pertama, Myrdal menekankan pada lemahnya sikap terhadap hidup dan bekerja dari masyarakat Dunia-III yang menghambat berjalannya pembangunan. Sikap tersebut digambarka Myrdal sebagai sikap pemalas, disiplin kerja yang rendah, kepercayaan terhadap takhayul yang irasional, dan kepercayaan terhadap raja yang cenderung bersifat eksploitatif menyebabkan berkurangnya semangat seseorang untuk memperbaiki kualitas hidupnya menjadi rendah.

Aspek kedua, insitusi, dijelaskan oleh Myrdal bahwa sistem pertanian bagi hasil yang banyak terdapat pada negara-negara di Asia khususnya Asia Selatan menghambat pertumbuhan pertanian dan tidak mendukung perusahaan swasta. Dengan kata lain, penjelasannya tersebut mengarah kepada administrasi publik di negara Dunia-III tidak efektif dan efisien sehingga cenderung mendukung kepentingan kolonial, sehingga dalam kebijakan, aspek ketiga dalam penjelasa Myrdal, negara-negara Dunia-III lebih melayani kepentingan kolonial daripada berkonsentrasi untuk pembangunan negaranya sendiri. Karena itu menurut Myrdal, perlu ada pengawasan dan perbaikan terhadap administrasi dan politik pada negara Dunia-III terutama masyarakat pasca-kolonial untuk dapat berfungsi dengan efektif dan efisien dalam hubungannya dengan pembangunan.

Semua aspek tersebut, menurut Myrdal, mengidikasikan suatu gejala yang disebutnya sebagai soft state atau negara lemah yang tidak mampu mengimplementasikan kebijakan yang melawan kelompok penguasa yang ada didalamnya, malah justru kelompok tersebut yang menguasai negara dan mengontrolnya untuk kepentingan pribadi.negara seperti ini banyak terdapat pada negara-negara Dunia-III.

Sedangkan dalam hubungannya terhadap partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan (participatory planning) dijelaskan didalam dua pendekatan yang berbeda: teori modernisasi, dan teori negara dan kelas (Marxis). Pada teori modernisasi, menjelaskan bahwa partisipasi publik membawa dampak yang tidak baik terhadap pertumbuhan ekonomi, terlalu banyak keterlibatan publik akan menghalangi pertumbuhan. Hal ini dikarenakan penduduk biasa mempunyai kekurangan visi dan imajinasi yang diperlukan dalam perencanaan untuk masa depan. Penjelasan lain dalam teori modernisasi, Samuel Huntington, menyebutkan bahwa bila derajat dari partisipasi publik melebihi derajat dari institusionalisasi akan menyebabkan gangguan secara politis dan memberikan jalan terhadap pengambilalihan militer karena situasi sosial-politik yang tidak stabil.

Pada pendekatan Marxis mengenai negara dan kelas lebih menekankan kepada bentuk spesifik pembangunan ekonomi yang akan muncul bergantung terhadap pola dan perluasan dari partisipasi publik. Teori negara dan kelas menyebutkan bahwa partisipasi publik bersifat asimetris dari berbagai kelas sosial, dan dengan berbagai kesempatan untuk mengakses dan mempengaruhi pembuatan keputusan di negara. Pola tersebut akan tergambar dalam kelas yang paling kuat dan paling terorganisir akan lebih mudah untuk mendapatkan akses ke negara, sedangkan kelas sisanya akan menjadi kelas yang kalah dan berjuang untuk mendapatkan keuntungan.

Namun dari perbedaan pendekatan tersebut terletak persamaan yang berkaitan dengan penjelasan Myrdal mengenai soft state. Persamaan tersebut adalah, bahwa dalam konteks perencanaan pembangunan, negara harus kuat (strong state) dan partisipasi publik harus lemah . Atau bila tidak, perencanaan pembangunan tidak dapat terlaksana dan dapat mengarah pada satu rejim militer maupun keterpurukan ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar