"The danger today is in believing there are no sick people, there is only a sick society."
Fulton J. Sheen

Sabtu, 17 Juli 2010

Terhadap Feminis

Pendahuluan : Problema Feminis dalam Realita Kehidupan Sehari-hari

Kritik yang dilancarakan oleh para feminis terhadap konsep dari kewarganegaraan terutama karena adanya posisi antara pria dan perempuan didalam masyarakat tradisional dan modern. Esther Boserup menekankan kepada sosialisasi peran yang dibagi menurut jenis kelamin, lebih lanjut lagi menurutnya pembagian kerja menurut jenis kelamin tersebut seeringkali menghambat perempuan untuk turut sserta dalam pembangunan dan juga untuk aktif di ruang publik. Hal ini dikarenakan perempuan dalam masyarakat tradisional maupun modern sering dikaitkan dengan urusan domestik saja. Misalnya saja pada keluarga Jawa ada pepatah yang mengatakan bahwa urusan perempuan adalah dapur, sumur, kasur.

Salah satu kasus yang menjadi perhatian feminis dalam permasalahan ketidaksetaraan yang dialami perempuan adalah masalah women traficking atau perdagangan wanita yang terjadi di banyak negara (Saskia Sassen, Counter-geographies of Globalization: Feminization of Survival). Dalam kasus ini, wanita terutama dipergunakan dalam industri seks. Wanita diperjual-belikan sebagai pekerja seks komersial untuk menutupi kesulitan keuangan keluarga mereka, dan sebagai suatu pekerjaan. Di Indonesia sendiri, kasus seperti ini banyak terjadi, dimana wanita diperjualbelikan sebagai pemasukan utama dalam keluarga. Hal ini banyak terjadi di sepanjang jalur Pantura (Pantai Utara), daerah Indramayu, yang bayak dilewati oleh bus, dan truk lintas pulau Sumatra-Jawa. Kebanyakan supir yang melewati daerah tersebut akan berhenti sejenak untuk menyewa jasa wanita pekerja susila.

Kemudian dalam essay singkat ini akan dibahas mengenai kritik feminis terhadap kewarganegaraan dan pembangunan, dan melihat bagaimana nasib perempuan setelahnya. Tinjauan kritis juga diberikan penulis sebagai penutu dari essay ini.

Kritik Feminis Terhadap Kewarganegaraan dan ‘Arus Utama’ Pembangunan

Pada perkembangannya, gerakan feminis ini dikembangkan ke level internasional, dimana dalam konfrensi perempuan yang diadakan oleh PBB, menekankan kepada kesetaraan peran pada lelaki dan perempuan. Salah satu perekmbangan nyata dari gerakan ini adalah kemunculan wacana Women in Development (Kriemield Saunders, Towards a Deconstructive Post-Development Critism) (1970) yang memperjuangkan kesempatan perempuan untuk berpartisipasi di lapangan pekerjaan profesional dalam konteks pembangunan. Tujuannya agar perempuan mendapatkan akses sebesar-besarnya untuk mengaktualisasikan dirinya, terutama dalam konteks negara berkembang.

GAD(Gender and Development) yang membahas mengenai hubungan antara gender dan kelas sosial dalam masyarakat. GAD menghubungkan relasi produksi dalam kapitalisme dengan berbagai macam aspek kehidupan perempuan, kemudian disini perempuan dilihat sebagai agen perubahan yang harus disadarkan. Selain WID(Women in Development) dan GAD (Gender and Development), wacana lain yang muncul didalam gerakan feminis antara lain : WAD (Women and Development) yang menekankan pada permasalah eksklusi yang dialami perempuan dalam pembangunan dan proses pembangunan, Global Feminism yang menekankan perlunya para feminis mempunyai perspektif global

Ilustrasi 1[1]

Dari bagan diatas, dapat dilihat bahwa yang menjadi tujuan utama dari gerakan feminis, yang walaupun dibedakan melalui pembahasannya, mereka berkonsentrasi terhadap pemberdayaan perempuan dalam rangka meningkatkan partisipasinya didalam proses pembangunan. Hal ini kemudian ditanggapi dengan kemunculan dari Participatory Rural Appraisal (PRA) (Jane Parpart, Lessons From The Field: Rethingking Enpowerment, Gender and Development From a Post- (Post-?) Develompent Perspective) yang merupakan perencanaan pembangunan yang berpusat kepada partisipasi dari masyarakat , sehingga hal ini diharapkan dapat melibatkan kaum-kaum yang termarjinalkan, dalam hal ini tentunya perempuan. PRA ini lebih menekankan kepada aplikasi dibandingkan aspek teori. Pada perkembangannya, PRA memunculkan Community Development (Comdev). Hal ini menjadikan pembangunan masuk ke babak yang baru, pembangunan yang melibatkan peran wanita dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi

Kedua pandangan yang telah disebutkan sebelumnya, global feminism dan GAD, merupakan pandangan yang menjadi dasar dari terbentuknya satu organisasi perempuan yang memfokuskan gerakannya terhadap masalah pembangunan di dunia ketiga dan hubungannya dengan perempuan sebagai warga negara, organisasi ini bernama MATCH. Organisasi ini mengembangkan empat program yang menjadi andalannya : Violence Against Woman, The Gender and Development Program, Words of Women, dan Two Research Project. Yang menjadi tujuan utama dari keempat program tersebut adalah perubahan sosial dalam masyarakat, sehingga memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berpartisipasi dalam perempuan, yang salah satu caranya adalah membagi peran perempuan dalam parenting kepada lelaki dalam keluarga.

Nasib Perempuan Setelah Kemunculan Gerakan Feminis : Ketimpangan dan Eksploitasi dalam Ranah Pekerjaan

Namun, problem yang dihadapi oleh perempuan ternyata tidak berhenti sampai disitu saja. Ada permasalahan didalam kultur patriarki di masyarakat yang mempengaruhi struktur. Dinamika struktur dan kultur tersebut menyebabkan perempuan yang mulai masuk kedalam pasar kerja, mendapatkan ketidaksetaraan dalam bentuk yang baru. Perempuan mendapatkan upah yang lebih sedikit pada posisi kerja yang sama bila dibandingkan dengan lelaki. Karena itu, industri-industri besar yang membutuhkan banyak buruh, banyak yang lebih memilih buruh perempuan dibandingkan lelaki karena harganya yang lebih mahal.

Mather dalam studinya di Tangerang memperlihatkan bagaimana ketidaksetaraan yang terjadi antara buruh perempuan dan buruh lelaki. Pada tahun 1972, ketika Indonesia sedang gencarnya melakukan pembangunan, menyebabkan Tangerang sebagai salah satu daerah yang terletak tidak jauh dari Jakarta sebagai ibukota dan pusat perekonomian, mengalami perkembangan, terutama dalam pembangunan industri. Tahun 1978 terjadi perekrutan dalam skala besar karena didirikannya industri

Tabel.1[2]books_002

Pada saat itu, yang menjadi sasaran untuk menjadi buruh perempuan adalah pada usia 20-31, dimana pada usia ini mereka mencari pekerjaan dan mau menerima gaji kecil (di tahun 1978 dengan uang Rp 150 hanya dapat membeli satu liter beras). Lebih lagi, para kapitalis diuntungkan karena perjanjian kerja yang menguntungkan. Mereka tidak perlu membayar uang tambahan, tunjangan kesehatan, dan sebagainya. Dalam posisi ini buruh wanita sangat tereksploitasi.


Ilustrasi 2[3]

Mather melanjutkan bahwa eksploitasi yang dialami perempuan pada pekerjaannya ini dilanggengkan dengan adanya dua penyokong utama. Pertama adalah institusi keluarga, melalui pernikahan yang dialami perempuan, maka mereka akan menjadi menurut terhadap perintah dari keluarga mereka. Dalam hal ini perempuan dikomodifikasi menjadi pemasukan untuk keluarga. Kedua adalah institusi agama, Islam sebagai agama mayoritas yang dipeluk oleh warga Tangerang, memiliki budaya Patriarki yang kuat. Ini memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan di keluarga yang lebih banyak didominasi oleh lelaki.

Dari penjelasan diatas dapat dilihat bagaimana gerakan feminis yang menginginkan kesetaraan peran sebagai warga negara dan agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan telah membawa mereka kedalam eksploitasi dan ketimpangan dalam bentuk baru. Studi Mather menunjukkan bahwa perempuan yang bekerja justru mendapatkan upah yang lebih sedikit dibandingkan lelaki, hal ini menyebabkan melunjaknya jumlah buruh perempuan.

Ilustrasi 3[4]

Ditambah lagi budaya patriarki yang masih ada menyebabkan tidak hilangnya pekerjaan di ranah domestik. Sepulangnya mereka dari bekerja, perempuan tetap dihadapkan kepada pekerjaan sehari-hari sebagai rumah tangga. Memang hal ini lebih banyak terjadi pada konteks negara berkembang, dimana masih melekatnya budaya tradisional. Namun dengan adanya kasus ini, membuktikan bahwa masih ada ketimpangan yang dialami perempuan setelah mereka dihadapkan pada pekerjaan.

Penutup: Tinjauan Kritis Terhadap Feminis

Gerakan Feminis memiliki tujuan mengembangkan posisi teoritis untuk menaikkan kewarganegaraan politis dari wanita dengan kebijakan dan praktis yang didasari oleh dua pendekatan, yaitu perbedaan perkembangan konseptual dan praktis dari kewarganegaraan dalam dominasi pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin didalam ruang privat dan pendekatan yang berusaha memperjuangkan persamaan dalam ruang publik dan privat. dalam laporan UNDP pada tahun 1995 sampai pada kesimpulan bahwa ruang politik diperuntukan untuk semua warga negara namun hal ini dimonopoli oleh lelaki.

Fenomena mengenai rendahnya partisipasi politik didalam ruang politik ini terutama terlihat jelas kemandekkannya dalam negara yang merupakan bekas negara komunis, meskipun ada peran serta secara aktif wanita dalam transisi menuju demokrasi. Hal ini merupakan simtom dari pola yang lebih luas lagi dimana wanita aktif dalam transisi menuju demokrasi namun tidak dibarengi dengan kekuatan politik wanita. Namun disini sebenarnya sudah mulai ada perubahan, karena perempuan sudah dapat berpartisipasi dalam pembangunan.

Menurut penulis sendiri, perempuan dalam konteks ini dapat dilihat sebagai kelas sosial yang tersubordinasikan oleh pria. Karena itu yang harus dilakukan pertama kali dalam kasus ini bukanlah mengenai meningkatkan partisipasi dari wanita dalam pembangunan maupun kegiatan politik, melainkan membangun basis kesadaran dari wanita untuk berpolitik. Dalam hal ini mereka harus dibebaskan dari hegemoni pria yang dibentuk melalui kehidupan sehari-hari, dari budaya patriarki didalam masyarakat.



[1] Hasil pemikiran penulis

[2] Data Depnaker yang diambil dari Dhurandhara HKP dan Ulyn Nuha dalam ‘Eksklusi Sosial (Gender) dan Pembangunan’

[3] Hasil pemikiran penulis

[4] ibid

Agama Takor

Dinamika Bumi FISIP :

Agama Takor

Abstrak

Penelitian yang berjudul ‘ Dinamika Bumi FISIP : Agama Takor ‘ ini berawal dari adaya anggapan megenai ‘Takor Neraka’ dan ‘Musholla Surga’. Kemudian muncul pertanyaan mengenai apakah mungkin bahwa suatu ruang kantin yang bersifat spasial mempunyai afiliasi terhadap agama Islam?

Dari pertanyaan tersebut kemudian dalam penelitian ini menemukan berbagai macam realita sehari-hari yang memperlihatkan bahwa tidak semua Anak Takor tidak melaksanakan kegiatan beragamanya dengan lazim, walaupun memang ada juga yang tidak melaksanakannya.

Dari berbagai macam informasi yang dilakukan maka menghasilkan analisa yang berujung kepada Takor sebagai ruang yang memang bersifat spasial namun juga berafiliasi terhadap pandagan tertentu mengenai agama, yang tidak hanya agama Islam, tetapi juga terhadap semua agama formal. Hal ini karena munculnya satu bentuk spiritualitas ‘New Age’ pada Anak Takor, yang kemudian disebut dengan ‘Agama Takor’.

Kata kunci : Taman Korea (Takor), Islam, FISIP UI, Spiritualitas ‘New Age’, Agama Takor.

Bagian I

Pendahuluan

Latar Belakang dan Pertanyaan Penelitian

Dalam kehidupan beragama Islam di FISIP UI, sering ada anggapan yang mengatakan : Musholla ‘Surga’ dan Takor ‘Neraka’. Dari anggapan ini kemudian berkembang bahwa anak Musholla merupakan mahasiswa yang menjalani kegiatan beragama Islam dengan baik, seperti : menjalankan Sholat lima waktu, mengikuti kegiatan beragama Islam di Musholla, dsb. Sedangkan anak Takor yang beragama Islam diidentikkan bahwa mereka tidak menjalankan agama Islam sebagaimana mustinya, seperti yang dilakukan anak Musholla, misalnya: bersikap hedonis, merokok, tidak Sholat, dsb.

Hal ini menjadi menarik untuk diteliti mengingat tidak seperti Musholla yang memang menjadi simbol dan tempat untuk beribadah yang merujuk pada agama tertentu (agama Islam), pada fenomena ini, Takor (Taman Korea) yang merupakan salah satu kantin yang terdapat di FISIP UI pun dikaitkan dengan cara mahasiswa FISIP UI menjalankan ataupun bersikap terhadap Islam.

Karena itu muncul pertanyaan yang terkait untuk memahami fenomena ini :

1. Apakah benar Takor bukan sekedar istilah yang merujuk kepada ruang spasial, melainkan juga merujuk kepada cara menjalankan ataupun bersikap mahasiwa FISIP UI terhadap Islam?

Bagian II

Deskripsi Umum

Bagian ini akan menyajikan deskripsi mengenai lokasi penelitian, yaitu kantin Taman Korea (Takor). Deskripsi akan dibagi menjadi beberapa sub-bagian, yaitu : Dari Balsem hingga Takor : Sebuah Sejarah Singkat, dan Takor di Pagi, Siang dan Malam.

II.1. Dari Balsem hingga Takor : Sebuah Sejarah Singkat

Taman Korea, atau yang biasa disebut Takor, merupakan salah satu kantin yang terdapat di FISIP UI selain Takoru (Taman Korea Baru), dan Kantin Pasca Sarjana (sudah tidak ada sejak Januari 2010).

Gambar1. Suasana Balsem[1]


Gambar2. Suasana Balsem

Gambar3. Para pedagang Balsem yang beberapa masih ada yang bertahan sampai sekarang, seperti : Mang Ari, tukang sate


Gambar4. Pedagang Balsem yang sedang berpose bersama mahasiswa

Sebelum bernama Takor, dahulu kantin yang terletak di sebelah lapangan bulu tangkis dekat Gedung G FISIP UI ini disebut dengan Balsem alias Balik Semak. Disebut seperti ini memang karena posisinya yang memang sebelumnya terletak dibalik semak-semak sebelum dirubah menjadi jalan ke arah Fakultas Psikologi.

Hal ini berubah semenjak FISIP UI mendapatkan sponsor untuk membangun kantin tersebut yang dibiayai oleh orang Korea yang bernama Yongma. Semenjak itulah nama Balsem digantikan dengan Takor. Peristiwa ini terjadi pada tahun 2001.

Dari sini dapat terlihat bahwa pembangunan Takor sebagai kantin tidaklah berhubungan dengan kegiatan beragama, melainkan lebih kepada pendanaan yang diberikan oleh orang Korea untuk membenahi Balsem.

Gambar5. Mereka yang mendanai pembangunan Takor


Gambar6. Suatu Malam di Takor

Gambar7. Meja Bundar di Takor


Gambar8. Takor setelah direnovasi tahun 2008

Gambar9. Takor setelah direnovasi kembali pada tahun 2009



II.2. Takor di Pagi, Siang, dan Malam

Takor sangat damai di pagi hari. Hanya sesekali saja terdengar suara percakapan dari beberapa mahasiswa, pedagang di Takor yang berbincang sambil menyiapkan makanan yang akan mereka jual, dan pegawai FISIP UI yang sedang membersihkan meja dan lantai di Takor serta menyapu daun-daun yang berjatuhan di hamparan rumput, yang sudah menggantikan semak-semak, tepa disebelah takor. Selain itu ada juga anak-anak yang menjual tissue, makanan ringan, dan koran

Beberapa mahasiswa yang datang pada pagi hari ada yang berkelompok, dan ada yang datang sendirian. Mahasiswa yang datang berkelompok biasanya mengobrol sambil menikmati hidangan pagi dan minuman yang mereka pesan. Sedangkan mereka yang datang sendiri biasanya membaca buku ataupun bahan perkuliahan, menyantap pesanannya, dan juga sibuk dengan telepon genggamnya.Situasi ini berakhir pada sekitar pukul 10.00 WIB, dimana para mahasiswa sudah ada yang keluar setelah menyelesaikan kuliah pagi mereka. Pada sekitar saat itu Takor selalu dipenuhi oleh orang, yang bukan hanya mahasiswa FISIP UI saja, melainkan ada juga mahasiswa dari fakultas lain (terutama dari fakultas Psikologi, yang memang letaknya berdekatan), dan juga dosen-dosen serta mahasiswa Pasca Sarjana FISIP UI yang kebanyakan merupakan pindahan dari kantin Pasca Sarjana yang sejak awal tahun 2010 ditutup.

Takor di siang hari dapat dibagi menjadi beberapa fase, fase pertama yaitu pada jam10.00WIB sampai sekitar pukul 11.00 dimana perkuliahan pertama selesai dan banyak mahasiswa yang makan disana sehingga Takor akan penuh dan akan mulai menyurut ketika sekitar pukul 11.00 WIB ketika perkuliahan kedua akan dimulai.Fase kedua yaitu pada jam 13.00 WIB sampai jam 14.00 WIB ketika perkuliahan kedua selesai, mahasiswa kembali ke Takor untuk beristirahat sejenak untuk perkuliahan berikutnya, ataupun untuk segera pulang bagu yang tidak ada perkuliahan. Pada jam inilah mulai terlihat banyak apa yang akan dijelaskan nantinya sebagai ‘Anak Takor’ (AT), karena bagi AT yang tidak berkuliah pada jam berikutnya, mereka akan nongkrong di Takor sampai sore dan bahkan banyak yang sampai malam hari. Fase ketiga ada setelah perkuliahan ketiga mahasiswa FISIP UI selesai. Pada fase ini akan sedikit mahasiswa datang yang bukan merupakan AT, namun mereka akan digantikan mahasiswa D3 yang baru akan memulai perkuliahannya, selebihnya adalah AT.

Fase terakhir merupakan fase yang berbeda, karena terjadi dalam satu hari. Fase ini disebut peneliti dengan fase Jum`at. Fase ini berbeda dengan tiga fase sebelumnya karena tidak ada perkuliahan kedua yang biasanya ada pada jam 11.00-13.30 WIB. Hal ini dikarenakan untuk menghormati umat beragama Islam yang melaksanakan Sholat Jum`at. Yang menjadi menarik disini adalah ketika jam Sholat Jum`at tersebut, Takor akan tetap ramai dipenuhi AT. Pada saat itu peneliti[2] bertanya dalam pikirannya : ‘ini Anak Takor yang gue kenal kan banyak yang Muslim, pada gak Sholat Jum`at apa?’

Bagian III

Deskripsi Informan

Disini, peneliti ingin memberikan deskripsi singkat mengenai informan-informan yang relevan dalam menjelaskan permasalahan dalam penelitian. Ada dua informan yang diwawancarai secara mendalam dan melalui pengamatan objektif terhadap informan, yaitu : Informan FS, dan Informan Y.

III.1. informan FS

FS merupakan mahasiswa FISIP UI angkatan 2007, sebelumnya ia telah berkuliah selama satu tahun di FE UI jurusan D3 Akutansi. Namun pada tahun 2007 ia pindah ke FISIP UI setelah lulus SPMB. Tingginya sekitar 168 cm, dengan berat badan yang tidak terlalu gemuk maupun kurus. Rambutnya keriting dan panjang, biasanya ia mengikat rambutnya atau menggunakan bando agar rambutnya tidak menutupi mata. FS pernah masuk menjadi pemain Basket FISIP UI, namun seiring waktu, ia memutuskan untuk tidak lagi mengikuti basket karena tugas kuliahnya yang semakin banyak.

Sekarang ini ia menyebut dirinya sebagai AT. Sehari-harinya FS lebih banyak berada di Takor daripada di tempat lainnya di FISIP UI. Berbicara mengenai permasalahan agama, FS berpendapat bahwa setiap orang pasti memliki pandangan yang berbeda terhadap agama (FS sendiri beragama Muslim). FS mengaku, walaupun dirinya adalah seorang Muslim, namun ia tidak menganggap agamanya ini yang paling benar. Pendapat ini tidak ia dapatkan begitu saja, melainkan melalui pengalamannya dalam mengikuti perkuliahan di jurusannya yang banyak membahas mengenai agama.

FS melanjutkan bahwa dengan pemahamannya terhadap agama yang sepeti itu, maka tidak ada salahnya bila ia menjalankan agama melalui cara-cara yang dijalankan orang-orang pada umumnya, seperti : menjalankan Sholat, berpuasa, dsb. FS berprinsip seperti ini :

..Tidak ada salahnya menjalankan agama, toh kalaupun agamanya tidak benar atau memang Tuhan tidak ada, gue gak melakukan sesuatu yang ngerugiin diri gue…[3]

Disisi lain, FS cenderung beribadah bila teman-temannya beribadah, namun jika teman-temannya sedang nongkrong bareng dan mayoritas tidak Sholat, maka ia juga tidak beribadah.

***

III.2. Informan Y

Y merupakan mahasiswa FISIP UI angkatan 2007. Ia mengidentifikasikan dirinya sebagai AT. Tingginya sekitar 170 cm dengan warna kulit sawo matang. Rambutnya pendek dan ikal, dan ia memelihara kumis. Hobinya adalah bermain futsal, namun hobinya ini tidak membuatnya mengikuti Futsal FISIP karena ia tidak senang dengan beberapa orang yang ada di di tim FUTSAL FISIP UI.

Sehari-harinya pada hari kuliah, Y biasa nongkrong di Takor. Ia senang bermain kartu dan terkadang ia mengobrol dengan teman-temannya mengenai masalah-masalah di Indonesia. Namun, karena seringnya ia nongkrong di Takor, Y kemudian jarang menghadiri kuliah. Ia menghabiskan jatah absennya, bahkan terkadang menitip absen kepada temannya agar ia bisa nongkrong lebih lama di Takor. Ia hanya tidak nongkrong di Takor pada hari Jum`at, dikarenakan ia tidak pernah mengambil kuliah pada hari Jum`at, alasannya agar bisa istirahat dirumah.

Berbeda dengan informan FS, informan Y secara konsisten tidak menjalankan kegiatan agamanya. Ia lebih senang dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial dan tidak membawa nama agama. Bahkan sekalinya ia membahas agama Islam dengan salah satu AT,ia membahas konteks sosial dimana Islam itu tumbuh.

Bagian IV

Temuan Lapangan

Pada bagian ini akan diperlihatkan hasil temuan lapangan yang didapatkan peneliti. Bagian ini dibagi menjadi 3 sub-bagian, yaitu : Memetakan Takor secara Sosial, Anak Takor, dan Kehidupan Beragama Anak Takor.

III.1 Memetakan Takor secara Sosial





Gambar.10 Peta Sosial di Takor[4]

Denah ini dapat dilihat secara nyata pada hari senin-jum`at (pada hari perkuliahan S1) pada fase-fase yang sudah disebutkan sebelumnya. Dan dari denah ini juga dapat terlihat bahwa ada kecenderugan dari AT untuk berkumpul sesuai dengan jurusannya, sehingga sangat mudah untuk menemukan AT jika kita ingin mencari mereka.

Disisi lain, adanya kecenderungan ini juga memudahkan penjual untuk mengingat AT yang memesan makanan. Misalnya dalam satu kesempatan, peneliti yang juga AT memesan makanan kepada Mang Ari, dan ia akan selalu menemukan saya didaerah yang sama.

Namun apakah adanya kecenderungan untuk duduk berkelompok hanya didasarkan pada alasan itu?apakah memang hal tersebut terjadi secara tiba-tiba?sub-bagian selanjutnya , yang merupaka hasil wawancara dengan informan FS dan informan Y, akan mencoba untuk mendeskripsikan hal ini.

***

III.2 Anak Takor

FS mendeskripsikan AT sebagai orang-orang yang berada pada satu kesatuan di Takor karena adanya pertentangan dengan anak Musholla, maka AT tidak akan menginjakkan kakinya di Musholla, begitu juga sebaliknya. FS mendapatkan pemahaman ii dari cerita-cerita yang beredar dan melalui pembicaraan dengan dosen-dosen dan alumni di jurusannya.

Sedangkan makna AT yang ia dapatkan sekarang berdasarkan yang ia alami sendiri selama ini jauh berbeda. AT sekarang ini lebih kepada orang-orang atau mahasiswa-mahasiswi yang nongkrong di Takor, mereka cenderung berkumpul bersama anak-anak dari jurusannya sendiri. FS merasa tidak ada nilai-nilai bersama pada AT yang sdekarang ini bila dibandingkan sebelumnya

Menanggapi peta sosial di Takor, FS berpendapat bahwa hal itu belum lama terjadi. Kemunculannya terkait denga tidak adanya OSPEK Fakultas atau Sarasehan, sehingga mahasiswa-mahasiswi yang sekarang lebih terbagi atas jurusannya masing-masing.

Skema.1 Alur berpikir informan FS

Berbeda dengan FS, ketika berbicara mengenai AT, Y menanggap bahwa AT merupakan mahasiswa/mahasiswi yang sering nongkrong di Takor yang memiliki ideologi (istilah informan) agama secara berbeda dengan Anak Musholla. Y juga mengatakan bahwa AT bila membicarakan suatu isu (misalnya isu politik, ekonomi, sosial) tidak membahasnya dalam pandangan agama, dan hal ini sangat berbeda dengan Anak Musholla yang menurutnya jika membahas sesuatu selalu dikaitkan dengan pandangan Islam.

Walaupun begitu, Y menekankan bahwa bukannya ia tidak beragama atau atheis, namun ia berpendapat bahwa agama (Y beragama Islam) merupakan masalah personal. Y juga masih melaksanakan kegiatan beragama Islam, namun bergantung kepada feel dirinya. Y berpendapat bahwa semua AT memiliki pemikiran yang sama terhadap agama seperti yang ia pikirkan, menurutnya hal ini terbukti setelah selama ini ia mengobrol dengan AT lainnya. Y menyebutkan beberapa nama seperti Ari, dan Mesum.

Lebih lanjut lagi, Y menyebutkan keberadaan dari AT melalui kemenangan Thomas-Hegar dalam pemilihan BEM tahun lalu. Y berpendapat bahwa pemiliha BEM FISIP yang pada akhirnya dimenangkan oleh Thomas-Hegar tersebut memang terdapat dan sangat terasa mengenai isu ‘Takor-Musholla’ yang Y sebutkan sebagai kubu yang berlawanan di FISIP. Selain itu, menurut Y, munculnya isu tersebut dikarenakan pasangan tersebut non-Islam.

Masak kalian mau dipimpin oleh orang yang bukan Muslim?[5]

Potongan wawancara Y yang menyebutkan adanya isu seperti diatas. Namun menurutnya isu tersebut tidak mempengaruhi AT. Hal ini dikarenakan Thomas-Hegar yang memang mempunyai basis AT, juga memiliki kredibilitas sebagai pemimpin yang diakui oleh AT lainya, bukan permasalahan mereka dari agama mana.

Skema.2 Alur Berpikir Informan Y

***

III.3 Kehidupan Beragama Anak Takor

FS bercerita mengenai AT, ia mengatakan bahwa memang ada perbedaan, terutama pada AT dari jurusan Sosiologi dalam menjalankan kegiatan beragama Islam. Kebanyakan dari mereka berkurang intensitasnya dalam beribadah, seperti : Ikyu, Resa. Dan ada yang kemudian sama sekali tidak menjalankan kegiatan beragamanya, seperti : Dhuran, Barjo; yang anehnya mereka tetap berpuasa pada bulan Puasa.

Sedangkan FS tidak begitu melihat perubahan terhadap AT dari jurusan selain Sosiologi. Dalam artian mereka yang rajin beribadah tetap beribadah, dan mereka yang tidak tetap tidak. FS mencontohkan Rendi dari jurusan Anthropologi, yang telah ia perhatikan sejak awal tetap rajin menjalankan kegiatan beragamanya. Sedangkan Yudha yang dari jurusan Kessos yang hanya sesekali menjalankan kegiatan beragamanya, dan tetap seperti itu sampai sekarang.

Kemudian, melalui observasi yang dilakukan peneliti selama di Takor terhadap AT yang beragama Islam, melihat bahwa ternyata tidak semuanya tidak melakukan kegiatan beragama yang lazim dilakukan pada agama Islam, misalnya Sholat, puasa, dsb. Walaupun pada kesehariannya At sering dikaitkan dengan mahasiswa-mahasiswi yang tidak menjalankan agama dengan tekun/rajin.

Berdasarkan argumen diatas, peneliti mencoba mendeskripsikan mengenai mereka berdasarkan observasi. Pertama, ada AT yang tidak menjalankan kegiatan beragama Islam yang lazim. Ini terlihat ketika mereka tidak Sholat pada jam Sholat, mereka juga tidak berpuasa pada bulan puasa. AT jenis pertama ini peneliti namakan dengan ‘Anak Tako(AT) Kabrut’.

Kedua, ada AT yang menjalani kegiatan beragama yang lazim secara berpola. Dan polanya mengikuti perasaan hati mereka, atau feel dalam bahasa informan Y, maupun pengalam sehari-hari yang dialami mereka. Hal-hal tersebut mempengaruhi kegiatan beragama mereka. AT jenis kedua ini peneliti namakan dengan ‘Anak Takor(AT) Mood-Moodan’.

Ketiga, AT yang tidak menjalankan kegiatan beragama Islam yang lazim, namun tetap menjalankan pada hari-hari besar agama Islam, seperti : tetap puasa pada bulan puasa dan tidak menjalankan puasa sunnah, sholat pada saat Ramadhan tetapi tidak menjalankan Sholat 5 waktu sehari-hari. AT jenis ketiga ini peneliti namakan dengan ‘Anak Takor(AT) Wajar’.

Keempat, AT yang menjalankan kegiatan beragama Islam yang lazim. Mereka tetap menjalankan semua kegiatan tersebut terlepas dari anggapan terhadap Takor. Namun terlepas dari semua pembagian ini, mereka semua merupakan AT karena mereka semua banyak melakukan kegiatannya dan menghabiskan waktunya di Takor. AT jenis keempat ini peneliti namakan dengan ‘Anak Takor(AT) Taat’.

Disini Takor menjadi suatu tempat yang digunakan untuk nongkrong sehingga dengan banyaknya waktu yang mereka habiskan bersama membentuk suatu pola-pola tertentu. Pola ini mungkin tidak terlihat kasat mata, namun dapat dirasakan apabila kita berinteraksi secara intens dengan AT. Dalam permasalah agama, bagi AT bukanlah menjadi hal yang penting. Tidak ada batasan tertentu mengenai agama, ataupun cara masing-masing AT menjalaninya.

***

Yang menjadi menarik disini berdasarkan pengamatan peneliti, pembagian AT tersebut juga berlaku pada AT lainnya yang bukan berasal dari agama Islam. Hal yang sama juga berlaku pada AT dari agama lain. Lalu apakah benar Takor merupakan ruang yang bukan sekedar spasial saja, dan tidak hanya berafiliasi terhadap sikap pada agama Islam?Tetapi juga berafiliasi dengan pandangan tertentu terhadap agama. Pertanyaan-pertanyaan ini akan mengisi bagian selanjutnya, yaitu bagian analisa dan kesimpulan.

Bagian V

Analisa dan Kesimpulan

Takor : Ruang Spasial yang Berafiliasi

Dari temuan lapangan yang didapatkan melalui wawancara mendalam dengan kedua informan dan observasi yang dilakukan peneliti, maka didapatkan ada perbedaan pandangan mengenai AT.

Informan FS menyatakan tidak ada kesamaan yang terdapat pada AT, hal ini dikarenakan dihapusnya Sarasehan fakultas yang menrut FS membangun kebersamaan mahasiswa FISIP pada umumya dan AT pada khususnya.

Sedangkan informan Y menyatakan adanya kesamaan pada AT mengenai pandangan terhadap agama, yang membedakannya dari anak Musholla, yaitu semua AT akan menganggap agama sebagai sesuatu yang privat, dan tidak terlalu mempermasalahkan mengenai cara menjalankannya. Hal inilah yang kemudian menurut informan Y, menjadi sumber dari pertentangan AT dan anak Musholla.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, peneliti juga menemukan beberapa jenis AT yang dibagi berdasarkan cara dan intensitas mereka melakukan kegiatan beragama yang lazim dilakukan orang-orang pada umumnya, yaitu AT Kabrut, AT Mood-Moodan, AT Wajar, dan AT Taat. Bahkan seperi anak Musholla, AT Taat juga menjalankan agama Islam sebagaima anak Musholla menjalankannya. Hanya saja yang membedakan adalah, agama tidak menjadi pandangan hidup satu-satunya.

Karena penelitian ini memfokuskan pada pencarian penjelasan mengenai fenomena Takor sebagai ruang yang berafiliasi terhadap agama Islam atau tidak, maka menurut peneliti akan lebih relevan jika menggunakan argumen dari informan Y. Lebih lagi juga karena informan FS yang mengidentifikasikan dirinya sebagai AT juga memiliki pandangan yang sama mengenai agamanya sendiri, agama Islam.

..Lagian gue juga gak menganggap agama gue yang paling bener. Tapi kan kalo kita inget kata Mas Eko waktu ngajar Filsos, tidak ada salahnya menjalankan agama, toh kalaupun agamanya tidak benar atau memang Tuhan tidak ada, gue gak melakukan sesuatu yang ngerugiin diri gue, ini jadi prinsip gue dalam ngejalanin agama..yah kalo temen-temen gue Sholat, ya gue juga Sholat. Tapi kalo lagi pada nongkrong asik gitu en pada ga Sholat, masa gue Sholat?ga asik juga kan...[6]

Pernyataan informan FS diatas juga menunjukkan dirinya sebagai AT dalam pemikiran Y. FS tidak menganggap agamanya yang paling benar, yang merupakan salah satu pandangan yang dianut oleh AT. Dan FS digolongkan sebagai AT Mood-Moodan





Skema.3 Jenis AT berdasarkan cara dan intensitas mereka melakukan kegiatan beragama yang lazim dilakukan orang-orang pada umumnya

Skema diatas dengan jelas menyatakan bahwa berbagai macam AT yang ada tidak memberikan perbedaan kepada mereka dalam pandangannya mengenai agama. Dan perbedaan yang ada lebih berkonsentrasi pada cara dan intensitas mereka menjalaninya, karena itulah tidak ada tingkatan dalam bagan tersebut.

Pada kasus kemenangan Thomas-Hegar juga menjelaskan bahwa AT lebih tertarik dengan kredibilitas dan pengakuan sebagai seorang pemimpin, yang menurut informan Y sangat berbeda dengan isu yang muncul mengenai basis Thomas-Hegar yang memang ada di Takor

Sehingga wajar saja bila terjadi pertetangan dengan anak Musholla yang menjadikan agama sebagai pandangan hidup, dalam hal ini agama Islam. Hal ini bahkan terjadi di level makro pada konteks Indonesia, dimana organisasi-organisasi Islam ingin memasukkan paham Islam kedalam hukum Indonesia, dalam konteks FISIP bahkwa anak Musholla menganggap AT sebagai ‘khafir’. Munculnya anggapan mengenai ‘Takor Neraka’ dan ‘Musholla Surga’ juga didasarkan pada pertentangan ini.

Jadi disini dapat dikatakan dalam konteks FISIP yang terasa keberadaan mengenai anak Musholla yang merepresentasikan agama Islam, Takor sebagai salah satu kantin yang ada di FISIP UI dan seharusnya hanya bersifat spasial saja, dalam hal ini juga memiliki afiliasi dengan pandangan terhadap Islam. Dan dalam relasi kekuasaan di FISIP, AT yang menjadi representasi dari Takor itu sendiri menjadi kekuatan politik yang disandingkan dengan anak Musholla.

***

Agama Takor : Satu Bentuk Spiritualitas ‘New Age’

Untuk memahami fenomena ini lebih jauh lagi, peneliti akan menggunakan pembahasan Sukidi mengenai ‘Spiritualitas New Age’, berikut adalah penjabarannya.

Sukidi membahas mengenai suatu perubahan sosial dimana timbulnya kondisi mengingkatnya ketidakpercayaan pada institusi agama formal. Penolakan ini menurut Sukidi, karena adanya eksklusifitas dan dogmatisme agama, kemudia masyarakat beralih ke arah spiritualitas baru yang lintas agama.

Pada dasarya, gerakan spiritualitas yang dinamakan ‘New Age’ ini memiliki tujuan yang sama yaitu : memenuhi hasrat spiritual yang mendamaikan hati. Gerakan ini dimulai di Inggris, sekitar pada tahun 1960-an, yang dipelopori oleh Light Group, Findhorn Community, Wrekin Trust. Ekspresi ‘New Age’ menjadi populer pada tahun 1970-an sebagai protes atas kegagalan proyek Kristen dan sekulerisasi dalam menyajikan wawasan spiritualitas dan petunjuk etis menatap masa depan.

Menurut Sukidi, tradisi spiritualitas New Age ini dapat mengobati kegersangan spiritual yang sekian lama hampa dari lingkungan agama formal, namun juga dapat memberi muara kepada New Age ke arah terwujudnya Universal Religion. Karena berdasarkan keyakinan mereka, semua agama hanya sekedar jalan-jalan menuju kepada satu realitas yang menjadi ultimate reality dari semua perjalanan spiritual.

Pada kasus AT di FISIP UI, gejala-gejala yang timbul pada AT juga merepresentasikan apa yang dimaksudkan Sukidi dengan spiritualitas New Age. AT sudah tidak lagi berada pada istitusi agama formal dan keluar dari eksklusifitas dan dogmatisme agama. Mereka membentuk suatu , meminjam istilah Beyer, ‘kode’ dan ‘program’, yang lintas agama.

Bila hal ini dihadapkan dengan mereka yang berlaku sebaliknya, berada didalam eksklusifitas dan dogmatisme agama, maka AT tentu akan dianggap sebagai musuh yang mengganggu dengan eksistensinya.

Jika dikaitkan dengan agama Islam, memang dapat dikatakan bahwa Takor mempunyai afiliasi mengenai pandangannya terhadap Islam. Namun bila dilihat secara lebih jauh lagi, pandangan ini tidak hanya ditujukan kepada agama Islam, tetapi juga kepada semua agama, Katholik, Kristen, Budha, dsb.

Skema.4 Alur Analisa

Hal inilah yang menyebabkan AT terdiri dari berbagai macam agama, dan mereka memiliki kode yang melintasi agama tersebut, yaitu pandangan mengenai agama tidak menjadi satu-satunya pandangan hidup, dan tidak ada aturan yang membatasi mengenai cara menjalankannya. AT juga lebih memilih untuk membahas berbagai masalah yang terjadi secara ilmiah, dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan sosial, politik, ekonomi, dsb, dan bukan melalui pandangan agama tertentu. Seperti membentuk agama yang universal, peneliti menamakan ini sebagai ‘ Agama Takor’. Inilah satu bentuk spiritualitas abad baru yang dibentuk didalam Takor.

Kesimpulan

Dari berbagai informasi yang didapatkan melalui wawancara dengan informan dan observasi yang dilakukan peneliti, dan dengan melakukan analisis terhadap informasi tersebut, maka didapatkan bahwa memang Takor sebagai kantin di FISIP UI tidak hanya mempunyai sifat ruang spasial saja, melainkan juga mempunyai afiliasi terhadap pandangan tertentu mengenai agama Islam secara khusunya dalam penelitian ini, dan pandangan mengenai agama formal secara keseluruhan dalam sehari-harinya Hal tersebut dikarenakan munculnya suatu bentuk spiritualitas yang disebutkan Sukidi dengan spiritualitas New Age, dan disebutkan peneliti dengan ‘Agama Takor’.

Adanya pandangan tersebut menimbulkan pertentangan dengan anak Musholla sebagai salah satu kekuatan yang bersifat agamis dan memiliki eksklusifitas dan dogmatisme terhadap agama Islam. Sehingga tidak heran jika muncul anggapan ‘Takor Neraka’ dan ‘Musholla Surga’.

[1] Gambar 1-9 didapatkan melalui halaman Facebook yang berjudul ‘Takor a.k.a Balsem’

[2] Pertanyaan yang didapatkan peneliti didapat berdasarkan pengalaman selama ini berada ditakor. Disini peneliti juga mengidentifikasikan dirinya sebagai salah satu dari Anak Takor

[3] Wawancara dengan informan FS di Takor

[4] Hasil observasi peneliti

[5] Wawancara di Takor dengan informan Y

[6] Wawancara di Takor dengan informan FS